Fanfiction Sasusaku
What is Love?
Genre: Hurt, Romnce, Adventure
Cast: Utakata, Uchiha Sasuke, Haruno Sakura, Uchiha Itachi, Shion, Lacus Clyne
Chapter 1
Gereja Katedral Santa Maria, Sekiguchi, Bunkyo-ku, Tokyo
Sakura's POV.
Cahaya sang surya menerangi ruang gereja yang bertema gotik moderen dari celah belakang salib diatas altar begitupula dari celah salib dibahagian atas. Aku melihat sekelilingku, masih banyak bangku-bangku kosong mengingat tidak banyak umat yang mengikuti Misa Mingguan apalagi ini, Misa Jumat Pertama.
Aku berjalan menuju bangku kosong dua dari barisan depan dan duduk seorang diri.
.
.
.
Misa pun dimulai, aku mencoba berkonsentrasi mendengarkan suara imam yang memimpin misa tapi nyatanya pikiranku melayang, mengingat peristiwa yang terjadi tadi pagi.
Aku menghela nafas, hampir satu tahun aku bersama dirinya, walau jarak diantara kami sangat jauh mengingat dirinya yang menetap di Jepang sedang aku di Inggris.
Tapi apa aku tidak ada artinya sama sekali?
Apa tidak ada tempat dihatinya untukku?
Apa aku selalu bermain dipikirannya saat ia tak bisa tidur?
Apa pernah ia resah merindukan ku ketika aku jauh dari dirinya?
Apa tidak ada sedikit pun terbersit rasa cinta dari dirinya untuk diriku? Apa semua ini hanyalah sebuah statu?
Atau hanya sebuah permainan bagi dirinya?
Sekali lagi, aku menghela nafas. Masih banyak pertanyaan yang berkecamuk dipikiranku.
Cinta adalah tentang dirimu bukan diriku.
Cinta adalah tentang memberi bukan meminta.
Cinta adalah tentang kebahagiaan, tak pernah tentang kesedihan.
Aku merasa pundak ku disentuh dengan lembut yang membuatku tersadar tenyata sudah saatnya menerima Komuni, aku menolehkan kepalaku dan tersenyum pada orang tadi, kalau tidak ada dirinya pasti aku masih melamun, kuperhatikan dirinya, ia sepertinya lebih tua tiga atau empat tahun dariku, tinggi dan tubuhnya sangat ideal walaupun agak kurusan. Dengan kemeja putih yang dilapisi sweater rajutan kelabu gelap dan blazer coklat gelap, celana biru jeans dan sepatu vans berwarna hitam. Simple tapi kasual. Kacamata bundar terbingkai diwajahnya yang pucat dan tirus tak mampu menutupi ketampanannya.
Rambut peraknya dikuncir rendah, sangat unik mengingatkan akan rambut pink ku yang sangat tidak lazim. Lelaki tadi hanya tersenyum dan aku yakin wajahku pasti sudah memerah mengalahkan tomat, pasti ia sadar bahwa aku dari tadi memperhatikannya dari ujung rambut ke ujung kaki. Tidak mau ambil pusing akan hal tadi, aku pun ikut berbaris menunggu giliranku menyambut hosti lalu kembali menuju bangku yang tadi aku tempati untuk berdoa sebentar.
.
.
.
.
.
.
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Air mataku mengalir dengan sangat derasnya tanpa bisa ku tahan. Aku menangis bukan karna kekasihku melainkan rasa malu ku akan kebodohanku dihadapan Tuhan. Bukan sekali dua aku menerima teguran dari Ilahi, 'aku melihat dirinya berduaan dengan sahabatmu tadi siang.'
'Apa kau tidak tahu bahwa ia seorang playboy?' Belum lagi sikap dingin dan acuh milik Utakata yang mampu menorehkan luka dihatinya, tapi hanya dengan ucapan 'aku mencintai mu, Cherry,' yang keluar dari mulutnya, aku memilih membutakan mataku dan menulikan telingaku. Kebodohan yang membuat diriku lupa akan harga diriku sebagai seorang perempuan dimana aku diciptakan oleh sang Ilahi, bukan dari tapak kaki untuk diinjak-injak dan bukan dari kepala untuk dipuja-puja seperti Tuhan melainkan dari rusuk kanan untuk dihargai sama seperti dirinya menghargai rusuk kirinya.
Aku buta akan betapa besarnya cinta dan kasih yang Esa. Aku malu akan rasa cintaku pada dirinya lebih besar dari rasa cintaku terhadap Tuhan.
Flashback.
Aku memasuki apartemen miliknya pelan-pelan karna aku tidak ingin ketahuan. Tapi langkah ku terhenti, terdengar dari luar kamarnya suara cekikikan yang tentunya bukan berasal dari diriku. Tidak mungkin. Aku menggeleng dalam penyangkalan. Aku menyalahkan imaginasiku yang terlalu mengada-ada. Dia tidak mungkin...
Suara cekikikan itu semakin bergema keras dan mataku melebar. Pemandangan yang terbentang didepan mataku melalui celah pintu itu. Mustahil.
Aku ingin sekali mentertawakan diriku. Aku yang tadinya ingin memberikan dirinya kejutan karna ia belum mengetahui bahwa aku baru pulang dari London dan Paris malah aku yang dibuatnya terkejut. Dihadapan ku, kekasihku bertelanjang dada, berciuman sangat liar dengan sahabat yang sudah ku anggap seperti saudara kandungku sendiri diatas ranjangnya.
Ia mengerang, "sial, kau benar-benar menggoda Shion."
"Mmmm... lebih baik dari kekasih bodohmu itu kan taka-kun?" Suaranya menggandung racun kebencian yang sangat berbisa.
"Hn, tentu saja." Suara cekikian terdengar kembali.
"Jadi kapan kau akan memutuskannya?"
"Apa aku harus?"
"Nghh tentu saja, kenapa tidak? Bukannya dia hanya bahan taruhan mu? Batasnya hanya tiga bulan tapi kau masih bersamanya hampir satu tahun."
"Entahlah, ia kekasih yang baik."
Raut wajah Shion berubah cemberut, "dan aku tidak?"
Utakata terkekeh, "aku lebih suka bersama mu secara rahasia dibelakangnya karna ini lebih menantang."
Mereka kembali melanjutkan aktivitas mereka tadi. Aku melihat Utakata menjilat leher jenjang Ino yang menikmati perlakuan dari Utakata.
Aku mencengkram erat gagang pintu dan coba untuk mengambil nafas yang sudah dari tadi tercekat seolah-olah aku lupa cara bagaimana cara untuk bernafas.
Erangan, desahan dan umpatan terdengar dengan sangat jelas yang aku yakin pasti akan selalu menghantuiku, mereka sepertinya tidak peduli bahwa dari tadi ada seseorang yang menjadi saksi bisu atas perbuatan mereka. Hubungan jarak jauh yang hanya berlandaskan kepercayaan dan berfondasikan cinta buta yang ku bangun sudah hancur. Mataku mengabur, air mataku tak bisa terbendung lagi. Aku harus pergi. Sekarang.
Flashback OFF.
'Terkadang kita bukanlah orang yang berarti untuk orang yang sangat berarti untuk kita.'
Normal POV
Gadis berambut ikal panjang mencecah punggung berwarna langka, merah jambu yang sengaja digerainya berpenampilan sederhana dengan rok maksi hitam bercorak floral putih dipakaikan ikat pinggang kulit coklat dengan baju putih polos tanpa lengan dilapisi kardigan hijau daun dan sepatu flat baldu merah keluaran
Charlotte Olympia, duduk dibangku kosong barisan dua dari depan. Terlihat ia, Sakura berdoa dengan sangat khusyuk, doanya sama seperti doa-doanya sebelum ini. Ia tidak meminta Utakata mencintai dirinya. Ia tidak meminta Utakata untuk berubah. Ia tidak meminta agar Utakata menyadari betapa ia sangat mencintai sang adam tapi ia berdoa memohon agar dosanya diampunkan, dosa dimana ia melupakan kasih Tuhan.
Bagi Sakura semua sudah jelas. Tadi adalah teguran terakhir untuk dirinya. Teguran dari Tuhan bahwa Ia masih mencintai dirinya dengan memperlihatkan kebenaran yang tak dapat lagi disangkalnya. Ia yakin Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk dirinya dan untuk itu ia berdoa lagi. Karna semua doa pasti dijawab walaupun kadang jawapannya adalah tidak.
Tetaplah berdoa. -
Tesalonika 5:17
Karna terlalu khusyuk berdoa, Sakura lupa bahwa dari tadi dirinya diperhatikan oleh lelaki berkacamata tadi.
Sang pria ingin mendekatinya tapi dibatalkannya niatnya karna melihat si gadis yang sepertinya tidak mau diganggu dan akhirnya memilih meninggalkan dirinya seorang diri. Ia pun melangkahkan kakinya keluar dari gereja, jujur, si lelaki ingin sekali mengetahui apa saja yang didoakan gadis tadi entah kenapa jantungnya seakan terhenti sejak si gadis menolehkan dirinya memperlihatkan wajah cantiknya dengan mata zamrud indahnya dan bibir berisi dengan hidung mancung nan mungil, rambut unik merah jambunya tapi lupakan semua itu, dan jantungnya kembali berdetak walaupun dengan sangat kencang apabila si gadis tersenyum tulus. Ia membetulkan kacamatanya. Mungkin ia akan bertemu dengannya di lain hari, ia menghela nafas, hanya Tuhan yang tahu.
"Halo, Kata-kun . Apa kau ada waktu?"
"Hn, besok." Sayup-sayup terdengar suara manja memanggil nama kekasihnya.
Sakura hampir terkekeh, memangnya apa yang ia harapkan dari kekasih dinginnya itu? 'Kapan kau pulang?' 'Aku merindukan mu Sakura...'
Bukannya ia sudah terbiasa diacuhkan?
Cepat-cepat ia menggelengkan kepalanya, ia tahu itu hanya akan terjadi didalam khayalannya.
"Baiklah aku tunggu ditaman kota besok sore."
Sakura menghela nafas, ia tahu Utakata sedang sibuk bersama Shion Miko. Tapi anehnya walau merasa sakit hati seperti biasanya, ia malah tersenyum tulus menanti hari esok...
Cry. Forgive. Learn. Move on. Let your tears water the seeds of your future happiness. -
Steve Maraboli .
x
x
x
x
x
Taman Nasional Shinjuku Gyoen, Naitomachi, Shinjuku, Tokyo .
Orang-orang yang lalu lalang dikawasan taman melihat takjub pasangan berbeda gender tersebut. Mana tidaknya si hawa dengan pakaian sederhana namun masih terkesan elegan. Kemeja chiffon putih bercorak bunga-bunga halus antara kuning dan hijau dan celana coklat gelap panjang yang menampakkan betapa indahnya kaki jenjangnya dan sandal hitam bertali bertumit tinggi dan tak lupa pula tas Chanel edisi
Boy Bag sewarna dengan rambut merah muda yang yang baru dibelinya di Paris dan rambut ikal yang tergerai indah membingkai wajahnya.
Jangankan orang, sang adam disampingnya pun turut terpana, ia sendiri masih tidak mengerti bagaimana kekasihnya boleh menjadikan gaya yang menurutnya cukup simpel menjadi sangat berkesan. Begitupula dengan si adam, walaupun penampilan sama sederhananya dengan si hawa, yang hanya dengan sepatu
vans merah, celana jeans dan kaos putih dilapisi jacket biru tua mampu membuat para pria berdecak iri dan para wanita dari yang paling muda hingga yang lebih dari separuh abad terkagum-kagum.
.
.
.
.
.
.
Utakata kesal, sudah hampir sejam mereka berdiam diri. Sakura seperti tidak menghiraukan kehadiran dirinya. Perasaan tidak enak yang dirasanya dalam seminggu ini mulai sedikit menghilang ketika kekasihnya menghubunginya tapi rasa itu datang lagi. Entah kenapa ia mempunyai perasaan tidak enak tapi seperti biasanya ia menepis hal seperti jauh-jauh.
Ia menatap dari samping kekasih bersurai merah jambunya ini. Gadis yang sampai saat ini selalu berada dihatinya. Gadis yang dulu ia perjuangkan setengah mati. Gadis yang membuat dirinya menyanggupi taruhan sahabat albinonya bahwa ia akan memiliki gadis pujaan hatinya. Namun walaupun begitu, ia tetap merasa jenuh. Mengacuhkan dan mengabaikan selama beberapa bulan terakhir. Ia juga lebih memilih bermain api yang tanpa disadarinya telah membakar hangus perasaan si gadis terhadap dirinya.
Walaupun jauh dilubuk hatinya, ia tak pernah mau kehilangan Sakura, gadis musim seminya.
.
.
.
.
.
.
Merasa dirinya dipandangi terus, Sakura menoleh dan melihatkan wajah dengan paras yang tergolong sangat cantik itu.
Sakura mengenggam tangan besar Utakata sambil tersenyum, senyum menawan yang dulu maupun sekarang mampu menghangatkan hati dingin seorang Utakata. Senyuman yang bisa membuat Utakata itu melakukan apapun agar melihatnya lagi.
Seketika itu juga kekesalan itu hilang tapi detik berikutnya, seluruh saraf ototnya kram, tubuhnya terasa dibius, paru-parunya seperti dicengkram erat dan ia membeku ditempat.
"Aku sudah tau bahwa aku hanya bahan taruhan mu dan aku jua sudah mengetahui bahwa kau punya hubungan dengan Shion dan aku rasa hubungan kita sampai disini saja. Aku sudah memikirkannya. Aku melepas mu. Carilah kebahagiaan mu, Kata-kun."
Cinta sejati adalah apabila dia mencintai orang lain, kamu masih tersenyum dan berkata: aku turut bahagia untuk kamu.
Sakura memeluk Utakata dan untuk yang terakhir kalinya ia memberi kecupan dibibirnya tanda perpisahan dan beranjak pergi meninggalkan Utakata seorang diri didalam keadaan langit yang mulai menggelap.
x
x
x
x
x
x
Ia berusaha menggerakkan badannya. Karna rasa ngilu yang bersarang dihatinya membuat dirinya susah untuk berjalan dengan benar. Ia tak peduli akan tatapan orang-orang tadi diperjalanan pulangnya.
Yang terpenting untuknya adalah kamarnya. Ia ingin tidur. Pasti ini hanya mimpi. Ia yakin besok pagi, ketika membuka matanya, Sakura pasti berada disisinya. Pasti ia akan menghantar bekal onigiri berisikan tomat kesukaannya kalaupun tidak pasti ia akan mengajak dirinya makan siang menikmati bento yang dibuatkan oleh kedua kakak merahnya Karin dan Sasori.
Ataupun ia meminta dirinya untuk dijemput. Ya pasti satu diantara ketiga diatas atau Sakura mungkin punya kejutan lain. Utakata terkekeh, pasti Sakura punya kejutan untuknya. Pasti ia membawa oleh-oleh banyak dari London dan Paris. Ia tertawa, miris sekali bunyinya.
Sekuat apapun ia menolak peristiwa tadi, otak jeniusnya tak henti-hentinya memproses apa yang terjadi barusan. Kekasihnya, Haruno Sakura meninggalkan dirinya dan lebih dari itu, ia mengetahui semuanya.
Rahangnya mengeras. Keringat muncul dipelipisnya. Air mata mengalir dengan derasnya tidak bisa ia kendalikan. Tubuhnya bergetar dan terdengar lah isakan seorang Utakata. Dan karna kegeniusan dirinya tak butuh waktu lama untuk mengetahui dari mana Sakura tahu akan rahasianya.
Utakata mencengkram baju bahagian dada kirinya, Sakura pasti melihat dengan mata kepalanya sendiri, ia dan sahabat pirangnya bermesraaan lebih parahnya lagi bercinta.
"Maaf. Maafkan aku. Aku mohon kembalilah. Aku sangat mencintaimu." Dan gumaman seperti itu sudah menjadi hafalan tasbih untuk dirinya tapi percuma, Haruno Sakura sudah pergi...
Ia yakin Sakura lebih terluka dari dirinya.
.
.
.
.
.
.
Utakata's POV
After the pain of losing you. After the heartache, I know it's true. Cause when I saw you, I still can say, I'm never gonna love anybody else the way I love you today.
Aku tidak peduli kalau sebagai seorang lelaki gentle, aku harus menyembunyikan perasaanku. Percuma. Tidak ada sesiapapun disini. Aku yang kini tengah berbaring diatas ranjangku meratapi nasibku menatap penuh rindu akan wallpaper I-phoneku. Sakura yang tersenyum dengan sangat manis menampilkan lesung pipit yang menghiasi kedua belah pipinya. Hidung mancung nan mungil. Mata hijau yang mampu meredupkan suasana hatiku dan tak lupa warna rambut merah muda ikalnya yang dari awal menarik perhatianku.
For all the thing that we've been through. My heart can still feel me and you. Sweet memories.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar